Dengan langkah mantap aku masuk ke ruang kesenian tempat latihan teater “Alief” dilaksanakan. Aku anggota baru di teater alief ini. Aku tak sadar kalo anak-anak teater tadinya sedang membicarakan anggota baru yang hendak bergabung dan yang mereka bicarakan itu ya aku. Padahal aku biasa-biasa aja tuh!
“Hai...”, sapaku ramah
“Hai juga, anggota baru ya?”, tanggap salah satu cewek yang sedang duduk bareng anggota lainnya.
“Namanya siapa?”, celetuk anggota lainnya.
Para anggota tanya ini itu mulai dari nama, alamat, sampai pengetahuanku tentang teater. Juga mengapa aku tergerak ikut teater.
“Aku aja baru pertama kali ini ikut teater, kok sudah ditanyai tentang teater”, batinku.
Aku pun menjawab apa yang ada di pikiranku.
Nggak disangka kalo namaku tersebar di kalangan teater Alief, padahal baru saja menjejakkan kakiku.
Di Alief. (Maklum aja, yang namanya barang baru di teater top pasti langsung terkenal). Nggak cewek nggak cowok, semuanya langsung suka sama aku ketika latihan pertamaku ini, kecuali Decha. Aku baru menyadarinya sewaktu ia dan aku tabrakan sehingga kostum yang dibawanya jatuh berceceran.
“Maaf ya...”, Aku langsung membantu cewek itu membenahi perlengkapan kostumnya.
“Jangan sentuh kostumku!”, maki Decha kasar sambil menepis tanganku yang berniat membantunya.
Akupun terkejut.
“Saya minta maaf... sungguh saya tadi nggak sengaja”, kataku dengan tulus.
“Huh! Jangan mentang-mentang anggota baru bisa seenaknya”, dan cewek itu langsung pergi begitu saja dari hadapanku tanpa menoleh lagi. Aku langsung terbengong karena kagetnya.
Peristiwa tabrakan itu sempat membuatku stress. Aku tidak menyangka bakal dimaki kasar seperti itu, padahal aku sudah berusaha minta maaf kepada Decha. Makanya sore ini tampangku kusut dan tak bergairah untuk konsentrasi sewaktu meditasi. Tentu saja hal ini membuat anggota Alief jadi bingung dan iba kepadaku.
“Rick, kamu kenapa sich? Sakit ya?”, tanya Shanty prihatin kepadaku. Aku masih diam saja.
“Aduh... Erick kok mendung begitu sich? Nanti cakepnya ilang loh!”, celetukRyan menghibur. Dan akhirnya semua sahabatku ikut-ikutan bingung atas kesedihanku, kecuali Decha tentunya.
Mengingat peristiwa itu, aku ingin menangis rasany. Apa ku memang sok... atau... berbagai prasangka berkecamuk dibatinku.
Apapun yang terjadi aku harus bertemu dengan cewek itu, tekatku. Dengan agak ragu-ragu aku mendekati bangku Decha. Pokoknya aku sudah coba, batinku nekat.
“Ng... Decha... aku mau minta maaf... ng... soal tabrakan itu...”, kataku salting. Dan lucunya, yang membuat salting itu bukan saja takut dimaki lagi seperti dulu, tapi juga karena paras Decha yang cakep, cute, cantik dan lembut. Ahh... cantik sekali sih si Decha, batinku kagum.
“Ada apa? Masih soal tabrakan itu lagi ya?”, tanya Decha dengan sorot mata dingin.
“Eh... iya... aku mau minta maaf... aku harap kau mau menerimanya.”
“Setelah kau lukai hatiku? Kini kamu datang lagi kesini untuk melukai lagi?”, matanya memancar kebencian.
Aku sama sekali tak mengerti apa yang dikatakan Decha, “Setalah kau lukai hatiku?”, batinku bertanya-tanya, “Apakah karena tabrakan itu Decha sakit hati? Benarkah ia benar-benar peka?”, batinku lagi.
“Aku sudah berusaha melupakanmu lex, jangan kau ganggu aku lagi... sebaiknya kau tinggalkan aku sekarang”, kata Decha getir.
“Lex... alex... dia tahu saudara sepupuku?”, btinku heran.
“T-ta-tapi... aku... bukan...”
“Sudah... pergi sana, aku tak ingin melihatmu lagi, pergi...!”, usir Dech kasar.
“Dari mana Decha tahu Alex? Apa hubungannya antara Alex dan Decha? Apakah...? aku harus cari tahu hal ini”, batinku.
Akupun menemui Alex, saudara sepupu dari anak Omku. Memang bila sepintas kami terlihat mirip dan kamipun sepantaran. Ketika ku menanyai Alex, ternyata benar, Decha dulunya adalah kekasih Alex dan Alex memutuskan Decha karena Alex lebih memilih Riefka yang lebih kaya bila dibandingkan dengan Decha.
“Kasihan Decha, padahal Decha kan baik”, batinku.
Hari ini aku bangun pagi-pagi sekali. Keluarga ku pun sampai keheranan. Rencananya sih aku mau jadi anak pertama yang datang ke sekolah pagi itu, tapi rupanya udah diserobot Decha. “Kebetulan aku mau ngomong sama anak itu”, batinku.
“Decha... aku mau bicara”
Decha pura-pura tak mendengar. Dan Brak....! Aku menggebrak meja.
“Dengerin nih aku mau ngomong. Aku mau njelasin ke kamu, kalo aku bukan Alex, aku saudara sepupunya, Erick. Aku tahu kalo Alex memang pernah menyakiti hati kamu, aku tahu. Tapi kalo kamu memang bener-bener kenal sama yang namanya Alex. Tentunya kamu tahu perbedaanku dengan Alex...”, bentakku
Decha diam. Selama ini dia tidak pernah dibentak cowok. Cowok-cowok selalu mengejar-ngejar dia.
“Aku... aku... kurang memperhatikanmu, ku berfikir ketika ku memandangmu pertama kali, ku yakin itu Alex. Dipikiranku kamu Alex yang mengubah gayanya. Aku minta maaf atas kekasaranku itu”, katanya dengan menyesal.
“Mau maafin aku dan jadi temanku kan?!!!”, pintaku
Decha pun senyum dengan manisnya.
Persahabatan antara aku dan Decha makin lama makin erat. Gosip pun menyebar bahwa aku dan Decha pagaran. Pernah juga sih ku salting kalo digoda teman-teman, tapi lama-lama aku biasa juga. Begitu juga dengan Decha.
Saat kami berdua jajan di kantin, tak tahu kenapa aku memandangi Decha yang sedang minum es jeruk. Decha yang merasa ku pandangi jadi heran dan menatap dengan penuh tanda tanya.
Decha pun menepuk bahuku hingga aku tersedak.
“Rick,ngapain kamu nglihatin aku terus? Suka ya?”,
“Uhuk... uhuk... uhuk... Si-siapa yang nglihatin kamu terus? Kegeeran banget sih?”, elakku
“Tadi... Hayo... Nggak mau mgaku? Bilang aja deh...!”
“Aku... aku tak tahu harus bagaimana. Aku rasa aku menyukaimu Cha... aku tak dapat menutupinya lagi Cha... aku tak dapat menutupinya lagi Cha... aku sayang kamu sungguh!”
“Tidak Erick, jangan kau pilih aku... aku mohon Rick!”, Decha menolakku halus.
“Kenapa? Apa karena.......”
“Tidak Erick!”, potongnya. “Aku tak menerimamu bukan karena hal materi atau pa kek lainnya. Tapi..... aku tak bisa mengerti perasaanku kepadamu. Apakah ini cinta murni atau sebatas sahabat.
“Jadi, kamu masih belum bisa melupakan bayangan kasih Alex? Kenapa kamu terus memendam rasa sakit hatimu itu? Kenapa? Coba buka hatimu untukku”
“Aku tak ingin menyakitimu Rick!'
“Maafkan aku Cha....”, aku perlahan menggenggam jari jemari Decha. “Tapi... aku bersedia nmenunggumu. Ku mohon jangan kau putuskan persahabaan ini, karena aku ingin kamu bekajar mencintai aku sepenuhnya.”, pintaku sambil menggenggam erat jari jemari Decha. Seakan ku tak ingin melepaskannya lagi.
“Yaa.... aku akan mencoba menyayangimu sepenuhnya Rick', angguk Decha. Aku pun lega mendengarnya.
“Hai... klo pacaran jangan di kantin dong. Malu tuh!”, celetuk Shanty yang membuatku sadar dan melepaskan genggamanku. Paras kamipun memerah karena malu. Kemudian, sambil bergandengan tangan, kami berdua meninggalkan kantin. Kami tetap cuek walaupun banyak teman yang menyoraki kami berdua.
Masa Bodo.......! He... he... he...
By:Loyalty Boy
Kamis, 14 Januari 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 komentar:
rek.... cerpenku iki kate tak kembangna gawe tgs bindo lho.....
Posting Komentar